Selasa, 05 Agustus 2025

Fenomena Istri PPPK yang Menceraikan Suami

Penulis :
Dr. Abdul Munir, M.Pd.I (Penyuluh Agama Islam | KUA Sape)

Fenomena sosial belakangan ini menampilkan wajah baru dalam dinamika rumah tangga, salah satunya adalah kasus istri yang menceraikan suami setelah lulus sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dengan status ekonomi yang meningkat dan kemandirian finansial yang tercapai, sebagian perempuan memilih untuk mengakhiri pernikahan dengan suaminya. Lantas, bagaimana pandangan Islam terhadap fenomena ini?

 

Islam memandang pernikahan sebagai ikatan suci (ميثاقا غليظا) yang didasari pada niat ibadah, kasih sayang, dan kerja sama dalam membangun rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah. Al-Qur'an menjelaskan: 

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang."(QS. Ar-Rum: 21)

Dengan demikian, rumah tangga tidak dibangun atas dasar materi semata, melainkan atas dasar iman, tanggung jawab, dan komitmen.

Talak dan Khulu’

Dalam Islam, talak adalah hak suami, sementara khulu’ adalah hak istri dengan mengajukan permohonan cerai kepada hakim agama. Hal ini dibolehkan dalam syariat, namun bukan tanpa syarat.

أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ الطَّلَاقُ

"Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Islam memperbolehkan perceraian, tetapi menjadikannya sebagai langkah terakhir setelah berbagai upaya damai dan islah tidak berhasil. Jika alasan perceraian hanya karena pasangan tidak mapan secara ekonomi, sementara tidak ada kekerasan, pengkhianatan, atau pelanggaran syariat lainnya, maka hal ini patut dikritisi secara moral dan agama.

 

Fenomena Istri PPPK Menceraikan Suami

Ketika seorang istri menjadi ASN atau PPPK dan kemudian merasa tidak lagi membutuhkan suaminya karena sudah mandiri secara ekonomi, lalu mengajukan cerai, maka ini mencerminkan adanya masalah serius dalam pemahaman makna pernikahan.

Fenomena ini bisa mencerminkan:

  1. Krisis nilai spiritual dan moral dalam berumah tangga.
  2. Persepsi keliru tentang kesetaraan gender, yang menempatkan kemandirian ekonomi sebagai alasan utama untuk lepas dari ikatan suci pernikahan.
  3. Kurangnya rasa syukur dan empati terhadap pasangan, terutama jika suami sebelumnya adalah sosok yang mendukung, setia, dan bertanggung jawab.

Padahal, Rasulullah SAW pernah bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلَاقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ، فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ

"Wanita mana pun yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan syar’i, maka haram baginya mencium bau surga." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi)

Islam Menjunjung Kesetaraan, Bukan Persaingan

Islam menjunjung tinggi kehormatan perempuan dan memperbolehkan mereka untuk bekerja dan berkarir. Namun Islam juga mengajarkan bahwa rumah tangga adalah kerja sama, bukan persaingan. Kekuatan ekonomi seharusnya menjadi modal untuk memperkuat rumah tangga, bukan menghancurkannya.

Nah, Islam memberi solusi sekaligus sebagai nasihat:

  1. Tanamkan niat berumah tangga karena Allah, bukan karena harta, jabatan, atau status sosial.
  2. Bangun komunikasi dan pemahaman dalam rumah tangga, agar setiap perubahan kondisi (ekonomi, karir, sosial) tidak mengguncang komitmen pernikahan.
  3. Jangan jadikan karir sebagai alat untuk meremehkan pasangan.
  4. Jika ada masalah dalam rumah tangga, carilah jalan damai terlebih dahulu, libatkan keluarga atau mediator sebelum mengambil keputusan cerai.

Fenomena istri yang menceraikan suami setelah menjadi PPPK bukan hanya mencerminkan masalah relasi personal, tapi juga krisis pemahaman terhadap nilai-nilai Islam dalam rumah tangga. Islam tidak melarang perempuan untuk sukses, tetapi mengajarkan agar kesuksesan itu memperkuat peran dan tanggung jawabnya dalam keluarga, bukan menjadi alasan untuk meninggalkan pasangan tanpa alasan syar’i.

Semoga Allah SWT membimbing rumah tangga kita semua menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Amin. (MG)

 

0 comments: