Bimbingan Perkawinan

Artikel seputar permasalahan tentang perkawinan dan rumah tangga.

Kegiatan Keagamaa

Kegiatan Keagaman yang dilakukan di kantor dan luar kantor KUA Sape.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label Bimbingan Perkawinan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bimbingan Perkawinan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 06 Agustus 2025

Bimas Islam Kemenag Kab. Bima Gelar Bimbingan Perkawinan Catin Mandiri Tingkat Kabupaten di KUA Sape

Bimbingan Perkawinan


Sape, 6 Agustus 2025– Dalam rangka meningkatkan kesiapan calon pengantin dalam membina kehidupan rumah tangga yang harmonis, sehat, dan sejahtera, Bimas Islam Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bima menyelenggarakan kegiatan Bimbingan Perkawinan Calon Pengantin (Catin) Mandiri Tingkat Kabupaten yang dipusatkan di Aula Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sape, Rabu (06/08/2025).

Dalam pengantarnya, Kasi Bimas Islam, H. Sudirman, S.Pd.I., M.Si., menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu program prioritas Kementerian Agama dalam rangka menyiapkan generasi keluarga yang tangguh dan berdaya saing. “Melalui bimbingan ini, kami ingin memastikan bahwa calon pengantin tidak hanya siap secara administratif, tetapi juga memiliki bekal ilmu dan wawasan yang cukup untuk membangun keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah,” ujarnya.

Beliau juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam membina calon keluarga baru, sebagai upaya preventif terhadap masalah sosial dan kesehatan dalam rumah tangga di masa depan.

Kegiatan ini secara resmi dibuka dan dihadiri langsung oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bima, yang juga tampil sebagai Pemateri 1. Dalam paparannya, beliau menekankan pentingnya kesiapan mental, spiritual, dan sosial calon pengantin dalam memasuki kehidupan pernikahan. Beliau juga menyoroti pentingnya membangun keluarga sakinah sebagai pondasi peradaban bangsa.

Sebagai Pemateri 2, hadir Nur Istikomah, A.Md. Kes., dari UPT DP2AP3KB Kabupaten Bima atau Koordinator Penyuluh KB Kecamatan Sape. Beliau menyampaikan materi seputar perencanaan keluarga, pentingnya komunikasi dalam rumah tangga, serta upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Selanjutnya, Pemateri 3, dr. Ika Suci Agustita, dari Puskesmas Kecamatan Sape, memberikan edukasi tentang kesehatan reproduksi, gizi pranikah, deteksi risiko kesehatan pada pasangan usia subur, serta pencegahan stunting sejak dini.

Kegiatan ini diikuti oleh 200 peserta dari berbagai desa di Kecamtan Sape. Para peserta tampak antusias mengikuti setiap sesi yang berlangsung secara interaktif dan edukatif.

Dalam sambutannya, Kepala KUA Sape menyampaikan apresiasi atas kepercayaan menjadikan KUA Sape sebagai tuan rumah kegiatan tingkat kabupaten ini. Ia berharap bimbingan ini mampu membekali para calon pengantin untuk menjadi pasangan yang tangguh, saling menghargai, dan siap menghadapi tantangan kehidupan rumah tangga.

Kegiatan ini merupakan bentuk sinergi antara Kementerian Agama, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2AP3KB), dan Dinas Kesehatan dalam mendukung program nasional peningkatan ketahanan keluarga serta pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Galery:








Selasa, 05 Agustus 2025

Fenomena Istri PPPK yang Menceraikan Suami

Penulis :
Dr. Abdul Munir, M.Pd.I (Penyuluh Agama Islam | KUA Sape)

Fenomena sosial belakangan ini menampilkan wajah baru dalam dinamika rumah tangga, salah satunya adalah kasus istri yang menceraikan suami setelah lulus sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dengan status ekonomi yang meningkat dan kemandirian finansial yang tercapai, sebagian perempuan memilih untuk mengakhiri pernikahan dengan suaminya. Lantas, bagaimana pandangan Islam terhadap fenomena ini?

 

Islam memandang pernikahan sebagai ikatan suci (ميثاقا غليظا) yang didasari pada niat ibadah, kasih sayang, dan kerja sama dalam membangun rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah. Al-Qur'an menjelaskan: 

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang."(QS. Ar-Rum: 21)

Dengan demikian, rumah tangga tidak dibangun atas dasar materi semata, melainkan atas dasar iman, tanggung jawab, dan komitmen.

Talak dan Khulu’

Dalam Islam, talak adalah hak suami, sementara khulu’ adalah hak istri dengan mengajukan permohonan cerai kepada hakim agama. Hal ini dibolehkan dalam syariat, namun bukan tanpa syarat.

أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ الطَّلَاقُ

"Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Islam memperbolehkan perceraian, tetapi menjadikannya sebagai langkah terakhir setelah berbagai upaya damai dan islah tidak berhasil. Jika alasan perceraian hanya karena pasangan tidak mapan secara ekonomi, sementara tidak ada kekerasan, pengkhianatan, atau pelanggaran syariat lainnya, maka hal ini patut dikritisi secara moral dan agama.

 

Fenomena Istri PPPK Menceraikan Suami

Ketika seorang istri menjadi ASN atau PPPK dan kemudian merasa tidak lagi membutuhkan suaminya karena sudah mandiri secara ekonomi, lalu mengajukan cerai, maka ini mencerminkan adanya masalah serius dalam pemahaman makna pernikahan.

Fenomena ini bisa mencerminkan:

  1. Krisis nilai spiritual dan moral dalam berumah tangga.
  2. Persepsi keliru tentang kesetaraan gender, yang menempatkan kemandirian ekonomi sebagai alasan utama untuk lepas dari ikatan suci pernikahan.
  3. Kurangnya rasa syukur dan empati terhadap pasangan, terutama jika suami sebelumnya adalah sosok yang mendukung, setia, dan bertanggung jawab.

Padahal, Rasulullah SAW pernah bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلَاقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ، فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ

"Wanita mana pun yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan syar’i, maka haram baginya mencium bau surga." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi)

Islam Menjunjung Kesetaraan, Bukan Persaingan

Islam menjunjung tinggi kehormatan perempuan dan memperbolehkan mereka untuk bekerja dan berkarir. Namun Islam juga mengajarkan bahwa rumah tangga adalah kerja sama, bukan persaingan. Kekuatan ekonomi seharusnya menjadi modal untuk memperkuat rumah tangga, bukan menghancurkannya.

Nah, Islam memberi solusi sekaligus sebagai nasihat:

  1. Tanamkan niat berumah tangga karena Allah, bukan karena harta, jabatan, atau status sosial.
  2. Bangun komunikasi dan pemahaman dalam rumah tangga, agar setiap perubahan kondisi (ekonomi, karir, sosial) tidak mengguncang komitmen pernikahan.
  3. Jangan jadikan karir sebagai alat untuk meremehkan pasangan.
  4. Jika ada masalah dalam rumah tangga, carilah jalan damai terlebih dahulu, libatkan keluarga atau mediator sebelum mengambil keputusan cerai.

Fenomena istri yang menceraikan suami setelah menjadi PPPK bukan hanya mencerminkan masalah relasi personal, tapi juga krisis pemahaman terhadap nilai-nilai Islam dalam rumah tangga. Islam tidak melarang perempuan untuk sukses, tetapi mengajarkan agar kesuksesan itu memperkuat peran dan tanggung jawabnya dalam keluarga, bukan menjadi alasan untuk meninggalkan pasangan tanpa alasan syar’i.

Semoga Allah SWT membimbing rumah tangga kita semua menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Amin. (MG)

 

Senin, 04 Agustus 2025

Menanamkan Nilai-nilai Ibadah Sejak Awal Membangun Rumah Tangga

Pembinaan Catin

Siti Amnah, S.Ag | Penyuluh Agama Islam

Dalam rangka menyiapkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sape menjadikan salat sebagai salah satu fokus utama dalam pembinaan calon pengantin (catin). Hal ini sejalan dengan visi Kementerian Agama dalam memperkuat ketahanan keluarga dan membangun fondasi pernikahan yang kokoh melalui penguatan nilai-nilai spiritual.

Salat sebagai Pilar Rumah Tangga Islami

Dalam Islam, salat bukan sekadar kewajiban ritual, tetapi merupakan tiang agama yang menjadi dasar utama dalam kehidupan seorang Muslim. Rasulullah saw bersabda:

رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ، وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah salat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi)

Karena itulah, dalam pembinaan calon pengantin di KUA Sape, para penyuluh agama dan narasumber menekankan pentingnya salat sebagai pondasi awal membangun rumah tangga yang diberkahi. Pasangan suami istri yang menjaga salat dengan baik akan lebih mudah menjaga komunikasi, keharmonisan, serta mampu menghadapi ujian hidup bersama.

Program Pembinaan yang Menyentuh Aspek Ibadah

Dalam sesi pembinaan, calon pengantin tidak hanya mendapatkan pengetahuan tentang hak dan kewajiban suami-istri, manajemen konflik, dan kesehatan reproduksi, tetapi juga dibimbing secara praktis untuk:

ـ           Memahami hikmah salat berjamaah dalam rumah tangga

ـ           Membangun komitmen salat tepat waktu sebagai budaya keluarga

ـ           Mengenal doa-doa rumah tangga dalam salat

ـ           Menjadikan salat malam (qiyamullail) sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dan memperkuat ikatan pasangan

Pembinaan ini dipandu oleh penyuluh agama Islam KUA Sape yang berpengalaman, serta bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan penceramah lokal.

Testimoni Calon Pengantin

Salah satu peserta, Fadli dan Nurul, menyampaikan kesan mereka:

“Kami baru sadar bahwa salat bukan hanya ibadah pribadi, tapi juga bisa menjadi perekat hati dalam rumah tangga. Kami jadi lebih semangat untuk membangun keluarga yang shalih dan shalihah.”

Harapan KUA Sape

Kepala KUA Kecamatan Sape menegaskan bahwa pembinaan calon pengantin bukan hanya administrasi pernikahan, melainkan momentum penting untuk membentuk kesadaran spiritual calon suami istri. Dengan perhatian pada salat, diharapkan keluarga Muslim di Sape tumbuh menjadi keluarga yang tangguh secara iman dan sosial.

“Kami berharap pasangan yang melangkah ke jenjang pernikahan benar-benar siap lahir dan batin, terutama dalam hal ibadah. Salat adalah awal dari semua kebaikan,” jelasnya.

  

Dengan menjadikan salat sebagai perhatian utama, pembinaan calon pengantin di KUA Sape menjadi lebih bermakna dan berdampak jangka panjang. Salat yang dijalankan bersama bukan hanya mendatangkan keberkahan, tetapi juga membentuk karakter keluarga yang kuat, tenang, dan saling mendukung dalam meraih ridha Allah SWT.

 

Kamis, 31 Juli 2025

Seni Membangun Rumah Tangga dengan Cinta

Abdul Haris, S.H || Kepala KUA Sape/Penghulu


Rumah tangga dalam Islam bukan sekadar ikatan lahiriah antara dua insan, melainkan sebuah ibadah, misi suci, dan sarana untuk meraih ketenangan (sakinah), cinta (mawaddah), dan kasih sayang (rahmah). Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

وَمِنْ آيَاتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًۭا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَـٰتٍۢ لِّقَوْمٍۢ يَتَفَكَّرُونَ

"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang."
(QS. Ar-Rum: 21)

Ayat ini menegaskan bahwa cinta adalah fondasi penting dalam membangun keluarga yang harmonis. Namun, cinta dalam rumah tangga bukan sesuatu yang hadir dengan sendirinya. Ia harus dipelihara, dihidupkan, dan diperjuangkan dengan seni dan kebijaksanaan.

 

1. Niat Lillah dan Tujuan yang Mulia

Segala sesuatu yang diniatkan karena Allah akan diberkahi. Maka membangun rumah tangga dengan niat untuk beribadah, menyempurnakan separuh agama, serta mendidik generasi shalih menjadi landasan kokoh dalam menciptakan keluarga yang diridhai.

إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي

"Barang siapa menikah, maka sungguh ia telah menyempurnakan separuh agamanya." (HR. Al-Baihaqi)

 

2. Komunikasi Penuh Cinta

Komunikasi yang sehat adalah jembatan penghubung hati. Rasulullah SAW memberi teladan bagaimana berbicara lembut dan romantis kepada istri-istrinya. Beliau memanggil ‘Aisyah dengan sebutan manis seperti “Humaira” (yang kemerah-merahan pipinya). Kata-kata cinta, pujian, dan penghargaan yang tulus dapat menjadi obat dari berbagai masalah dalam rumah tangga.

 

3. Saling Memahami dan Menghargai Perbedaan

Tidak ada pasangan yang sempurna. Islam mengajarkan toleransi dan pengertian dalam menyikapi perbedaan. Allah SWT berfirman:

فَإِن كَرِ‌هْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَ‌هُوا۟ شَيْـًۭٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًۭا كَثِيرًۭا

"Jika kamu membenci mereka (istri-istrimu), maka boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (QS. An-Nisa: 19)

Kesabaran dan prasangka baik sangat dibutuhkan untuk menjadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan sumber konflik.

 

4. Bekerja Sama dalam Ibadah

Pasangan yang bersama-sama mendirikan shalat, membaca Al-Qur’an, saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran, akan memiliki ikatan spiritual yang kuat. Rasulullah SAW bersabda:

رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ، فَصَلَّى، وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَصَلَّتْ،

"Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun malam lalu salat, kemudian membangunkan istrinya..." (HR. Abu Dawud)

Rumah tangga yang dibangun atas dasar cinta kepada Allah akan selalu mencari cara mendekatkan diri kepada-Nya bersama-sama.

 

5. Sabar dalam Ujian, Syukur dalam Nikmat

Ujian adalah bagian dari kehidupan, termasuk dalam rumah tangga. Ekonomi, perbedaan pendapat, hingga persoalan anak bisa menjadi cobaan. Kunci dalam menghadapi semua itu adalah kesabaran dan kesyukuran. Sabar saat sulit, syukur saat lapang. Inilah rahasia ketangguhan cinta sejati.

 

6. Menumbuhkan Romantisme yang Halal

Cinta itu harus dirawat. Ungkapan cinta, hadiah kecil, perhatian harian, hingga waktu khusus berdua adalah bagian dari ibadah jika dilakukan dengan niat membahagiakan pasangan. Islam tidak mengharamkan romantisme, bahkan menganjurkannya dalam koridor yang halal.

Membangun rumah tangga bukan semata-mata tentang hidup bersama, tetapi tentang menyatukan hati dalam naungan cinta dan ridha Allah. Dengan seni membangun rumah tangga berdasarkan cinta—yang penuh niat baik, komunikasi, pengertian, dan ibadah—keluarga muslim akan menjadi surga di dunia dan jembatan menuju surga yang hakiki.

“Rumah tangga yang dibangun dengan cinta karena Allah akan melahirkan generasi yang kuat, berakhlak, dan menjadi cahaya bagi umat.”


 

Rabu, 30 Juli 2025

Pernikahan sebagai Sarana Ibadah dan Meraih Ridha Allah

Pernikahan sebagai Sarana Ibadah dan Meraih Ridha Allah


Dr. Abdul Munir, M.Pd.I
(Penyuluh Agama Islam, KUA Sape)

Pernikahan dalam Islam bukan sekadar hubungan biologis atau kontrak sosial, melainkan sebuah ibadah suci yang penuh makna. Ia adalah sunnah Nabi dan jalan yang diridhai Allah SWT untuk menyempurnakan agama, menumbuhkan ketenangan jiwa, serta membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

Allah menciptakan pernikahan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada-Nya, bukan sekadar pelampiasan hawa nafsu atau tuntutan duniawi. Maka, siapa pun yang memaknai pernikahan sebagai ibadah akan menjadikannya ladang pahala dan sumber ketenangan hati.

Landasan Al-Qur’an dan Hadis tentang Pernikahan

Allah Ta’ala berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.”
(QS. Ar-Rum: 21)

Rasulullah juga bersabda:

النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي، فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

"Nikah itu sunnahku, siapa yang tidak suka terhadap sunnahku maka ia bukan dari golonganku."
(HR. Ibnu Majah no. 1846)

Mengapa Pernikahan adalah Ibadah?

1. Melaksanakan Sunnah Nabi

Menikah adalah bagian dari sunnah yang sangat dianjurkan bagi mereka yang mampu. Ketika diniatkan karena Allah, pernikahan menjadi ibadah sepanjang hayat.

2. Menjaga Diri dari Maksiat

Dengan menikah, seseorang melindungi dirinya dari zina dan menjaga kesucian. Ini termasuk bentuk taqwa kepada Allah.

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang telah mampu menikah, maka hendaklah ia menikah. Karena menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi pengekang (syahwat) baginya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

3. Menghidupkan Amal Kebajikan dalam Rumah Tangga

Aktivitas dalam rumah tangga—seperti bekerja untuk keluarga, melayani pasangan, mendidik anak—semuanya bernilai pahala jika diniatkan karena Allah.

وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ؟
قَالَ: أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ، أَكَانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ

"Dalam hubungan suami istri terdapat pahala."
Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, apakah jika salah seorang dari kami menyalurkan syahwatnya, dia mendapat pahala?"
Rasul menjawab: "Bagaimana menurut kalian jika dia menyalurkannya di jalan haram, bukankah dia berdosa? Maka jika dia melakukannya di jalan yang halal, maka dia mendapat pahala."
(HR. Muslim)

Menjadikan Pernikahan Sebagai Jalan Meraih Ridha Allah

Agar pernikahan menjadi sarana mendekat kepada Allah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Niat yang Lurus

Menikah bukan hanya karena cinta atau desakan sosial, tapi karena ingin menjalankan perintah Allah dan membentuk keluarga yang diridhai-Nya.

2. Menjaga Akhlak dan Tanggung Jawab

Suami dan istri hendaknya berakhlak mulia, saling menghargai, dan menjalankan kewajiban dengan ikhlas.

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ

"Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya."
(HR. Tirmidzi no. 1162)

3. Bersama dalam Ibadah

Pasangan suami-istri yang shalat bersama, berdoa, berinfak, dan mendidik anak-anak dalam Islam, akan meraih keluarga yang penuh berkah dan rahmat.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

"Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami pasangan-pasangan kami dan keturunan-keturunan kami sebagai penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa."
(QS. Al-Furqan: 74)

Pernikahan dalam Islam bukan sekadar hubungan duniawi, tetapi perjalanan spiritual menuju ridha Allah SWT. Dengan niat yang ikhlas, pergaulan yang islami, dan komitmen terhadap ajaran agama, rumah tangga akan menjadi taman ibadah yang menyenangkan di dunia dan mengantarkan keselamatan di akhirat.

Semoga setiap pasangan muslim dapat menjadikan pernikahannya sebagai sarana ibadah dan wasilah menuju surga. Āmīn.

 

Selasa, 29 Juli 2025

Menghadapi Tantangan Zaman dalam Kehidupan Rumah Tangga

Menghadapi Tantangan Zaman dalam Kehidupan Rumah Tangga


 Dr. Abdul Munir, M.Pd.I
(Penyuluh Agama Islam, KUA Sape)

Perkembangan zaman membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia. Teknologi yang semakin canggih, budaya global yang semakin terbuka, serta gaya hidup modern yang sering mengedepankan individualisme telah menjadi tantangan tersendiri dalam kehidupan rumah tangga. Di tengah arus zaman yang begitu deras, keluarga muslim dituntut untuk tetap kokoh menjaga nilai-nilai Islam, keharmonisan, dan ketahanan rumah tangganya.

Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan panduan yang relevan sepanjang zaman, termasuk dalam menjaga dan mengelola rumah tangga agar tetap sakinah, mawaddah, wa rahmah, meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan.

Tantangan Zaman dalam Rumah Tangga

1. Teknologi dan Media Sosial

Kehadiran gadget dan media sosial, jika tidak dikendalikan, dapat menyebabkan jarak emosional antar anggota keluarga, serta membuka pintu perselisihan karena kecemburuan atau ketidakterbukaan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

"Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka."
(QS. At-Tahrim: 6)

Ayat ini menjadi pengingat pentingnya kepemimpinan dan pengawasan dalam keluarga, termasuk dalam penggunaan teknologi.

2. Tekanan Ekonomi dan Gaya Hidup Konsumtif

Tantangan hidup modern membuat banyak keluarga mengalami tekanan ekonomi. Keinginan untuk memenuhi standar hidup "zaman now" kadang membuat pasangan suami-istri saling menuntut secara tidak realistis.

آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُم مُّسْتَخْلَفِينَ فِيهِ ۖ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَأَنفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (hartanya), bagi mereka pahala yang besar.”
(QS. Al-Hadid: 7)

Islam mengajarkan hidup sederhana, jujur, dan bertanggung jawab secara finansial, sebagai pondasi keberkahan dalam keluarga.

3. Krisis Komunikasi dan Egoisme

Gaya hidup individualis menyebabkan komunikasi suami-istri semakin renggang. Masing-masing sibuk dengan pekerjaan, media sosial, atau urusan pribadi.

Padahal Rasulullah bersabda:

أكملُ المؤمنين إيمانًا أحسنُهم خُلُقًا، وخيارُكم خيارُكم لنسائهم

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.”
(HR. Tirmidzi no. 1162)

Komunikasi yang jujur dan penuh kasih sayang adalah kunci ketahanan rumah tangga.

Solusi Islam dalam Menghadapi Tantangan

1. Menjadikan Islam sebagai Pedoman Hidup

Membekali keluarga dengan nilai-nilai tauhid, ibadah, akhlak, dan ilmu agama akan menjadi benteng paling kuat menghadapi perubahan zaman.

2. Membudayakan Musyawarah

Allah berfirman:

وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ

"...dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka..."
(QS. Asy-Syura: 38)

Musyawarah dalam keluarga memperkuat rasa saling percaya dan mencegah konflik.

3. Menjaga Ibadah dan Doa dalam Keluarga

Keluarga yang menjaga salat berjamaah, berdoa bersama, dan saling menasihati akan memiliki kekuatan spiritual yang kokoh.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami pasangan-pasangan dan keturunan kami sebagai penyejuk mata, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al-Furqan: 74)

Menghadapi tantangan zaman bukan berarti menghindari kemajuan, tetapi menghadapinya dengan nilai-nilai Islam sebagai kompas hidup. Keluarga yang bertakwa akan mampu menavigasi arus zaman dengan bijak dan tetap menjadi tempat yang menenangkan hati. Sebagaimana sabda Nabi :

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Semoga keluarga kita senantiasa diberi kekuatan iman, kesabaran, dan kebersamaan dalam menghadapi segala ujian zaman. Āmīn.