 |
Penulis : Dr. Abdul Munir, M.Pd.I (Penyuluh Agama Islam | KUA Sape) |
Fenomena
sosial belakangan ini menampilkan wajah baru dalam dinamika rumah tangga, salah
satunya adalah kasus istri yang menceraikan suami setelah lulus sebagai Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dengan status ekonomi yang meningkat
dan kemandirian finansial yang tercapai, sebagian perempuan memilih untuk
mengakhiri pernikahan dengan suaminya. Lantas, bagaimana pandangan Islam
terhadap fenomena ini?
Islam
memandang pernikahan sebagai ikatan suci (ميثاقا غليظا) yang didasari pada niat ibadah, kasih
sayang, dan kerja sama dalam membangun rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah. Al-Qur'an menjelaskan:
وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
"Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang."(QS. Ar-Rum: 21)
Dengan
demikian, rumah tangga tidak dibangun atas dasar materi semata, melainkan atas
dasar iman, tanggung jawab, dan komitmen.
Talak dan Khulu’
Dalam
Islam, talak adalah hak suami, sementara khulu’ adalah hak istri dengan
mengajukan permohonan cerai kepada hakim agama. Hal ini dibolehkan dalam
syariat, namun bukan tanpa syarat.
أَبْغَضُ
الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ الطَّلَاقُ
"Perkara
halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak." (HR.
Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Islam
memperbolehkan perceraian, tetapi menjadikannya sebagai langkah terakhir
setelah berbagai upaya damai dan islah tidak berhasil. Jika alasan perceraian
hanya karena pasangan tidak mapan secara ekonomi, sementara tidak ada
kekerasan, pengkhianatan, atau pelanggaran syariat lainnya, maka hal ini patut
dikritisi secara moral dan agama.
Fenomena Istri PPPK Menceraikan Suami
Ketika
seorang istri menjadi ASN atau PPPK dan kemudian merasa tidak lagi membutuhkan
suaminya karena sudah mandiri secara ekonomi, lalu mengajukan cerai, maka ini
mencerminkan adanya masalah serius dalam pemahaman makna pernikahan.
Fenomena
ini bisa mencerminkan:
- Krisis nilai
spiritual dan moral dalam berumah tangga.
- Persepsi keliru
tentang kesetaraan gender, yang menempatkan kemandirian ekonomi sebagai
alasan utama untuk lepas dari ikatan suci pernikahan.
- Kurangnya rasa
syukur dan empati terhadap pasangan, terutama jika suami sebelumnya adalah
sosok yang mendukung, setia, dan bertanggung jawab.
Padahal,
Rasulullah SAW pernah bersabda:
أَيُّمَا
امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلَاقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ، فَحَرَامٌ
عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
"Wanita
mana pun yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan syar’i, maka haram
baginya mencium bau surga." (HR. Abu Dawud,
At-Tirmidzi)
Islam Menjunjung Kesetaraan, Bukan
Persaingan
Islam
menjunjung tinggi kehormatan perempuan dan memperbolehkan mereka untuk bekerja
dan berkarir. Namun Islam juga mengajarkan bahwa rumah tangga adalah kerja
sama, bukan persaingan. Kekuatan ekonomi seharusnya menjadi modal untuk
memperkuat rumah tangga, bukan menghancurkannya.
Nah, Islam memberi solusi sekaligus sebagai nasihat:
- Tanamkan niat
berumah tangga karena Allah, bukan karena harta, jabatan, atau status
sosial.
- Bangun
komunikasi dan pemahaman dalam rumah tangga, agar setiap perubahan kondisi
(ekonomi, karir, sosial) tidak mengguncang komitmen pernikahan.
- Jangan jadikan
karir sebagai alat untuk meremehkan pasangan.
- Jika ada masalah
dalam rumah tangga, carilah jalan damai terlebih dahulu, libatkan keluarga
atau mediator sebelum mengambil keputusan cerai.
Fenomena
istri yang menceraikan suami setelah menjadi PPPK bukan hanya mencerminkan
masalah relasi personal, tapi juga krisis pemahaman terhadap nilai-nilai Islam
dalam rumah tangga. Islam tidak melarang perempuan untuk sukses, tetapi mengajarkan
agar kesuksesan itu memperkuat peran dan tanggung jawabnya dalam keluarga,
bukan menjadi alasan untuk meninggalkan pasangan tanpa alasan syar’i.
Semoga
Allah SWT membimbing rumah tangga kita semua menjadi keluarga yang sakinah,
mawaddah, wa rahmah. Amin. (MG)