Jumat, 18 Juli 2025

Perencanaan Keluarga: Antara Kesehatan dan Syariah

  

Perencanaan Keluarga: Antara Kesehatan dan Syariah

Dr. Abdul Munir, M.Pd.I
(Penyuluh Agama Islam, KUA Sape)

Perencanaan keluarga merupakan isu penting dalam kehidupan rumah tangga modern, terutama dalam konteks menjaga kesehatan ibu, anak, serta kualitas kehidupan keluarga secara umum. Namun, dalam masyarakat muslim, perencanaan keluarga seringkali menimbulkan pertanyaan dari sisi syariah: apakah diperbolehkan dalam Islam? Bagaimana batasan dan prinsipnya? Artikel ini mengkaji konsep perencanaan keluarga dalam perspektif Islam, dengan pendekatan yang menyeimbangkan antara aspek kesehatan dan tuntunan syariat.

Pengertian Perencanaan Keluarga (KB)

Perencanaan keluarga (KB) dalam konteks kesehatan adalah usaha pasangan suami istri untuk mengatur jarak kelahiran, jumlah anak, serta waktu kehamilan, agar kesehatan ibu, anak, dan keluarga tetap terjaga. Dalam istilah medis, ini mencakup penggunaan alat kontrasepsi yang aman dan sesuai kebutuhan.

Dalam Islam, istilah ini dapat dikaitkan dengan “tandhīm al-nasl” atau pengaturan keturunan, yang berbeda dengan “taṭwīf al-nasl” (pembatasan total keturunan) yang dilarang secara syar'i.

Landasan Syariah tentang Perencanaan Keluarga

1. Hadis tentang ‘Azl (coitus interruptus)

Pada masa Rasulullah , sahabat telah mempraktikkan ‘azl (mengeluarkan sperma di luar rahim), dan Nabi tidak melarangnya:

كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، وَالْقُرْآنُ يَنْزِلُ، فَلَوْ كَانَ شَيْئًا يُنْهَى عَنْهُ لَنَهَانَا عَنْهُ الْقُرْآنُ

"Kami melakukan ‘azl di masa Rasulullah , dan hal itu tidak dilarang kepada kami." (HR. Muslim)

Ini menunjukkan bahwa pengaturan kehamilan boleh dilakukan selama tidak bertujuan menolak keturunan secara permanen, dan dengan persetujuan pasangan.

2. Prinsip Maslahat dan Dharurat

Dalam maqāṣid asy-syarī‘ah (tujuan-tujuan syariat), menjaga jiwa (ḥifẓ an-nafs) dan keturunan (ḥifẓ an-nasl) adalah tujuan utama. Bila kehamilan yang terlalu sering mengancam kesehatan ibu atau anak, maka perencanaan keluarga dapat menjadi solusi maslahat dan diperbolehkan secara syariah.

Perencanaan Keluarga dalam Perspektif Kesehatan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan para ahli medis menyarankan agar jarak antar kelahiran idealnya 3–5 tahun untuk menjaga kesehatan ibu dan anak. Kehamilan yang terlalu sering dan terlalu dekat jaraknya dapat menyebabkan:

ـ           Anemia pada ibu

ـ           Berat bayi lahir rendah

ـ           Risiko kematian ibu dan anak meningkat

Dalam hal ini, perencanaan keluarga bukan hanya menjadi kebutuhan medis, tetapi juga bentuk ikhtiar menjaga amanah kehidupan yang diberikan Allah SWT.

Etika dan Batasan Perencanaan Keluarga dalam Islam

1.      Tidak dimaksudkan untuk menolak keturunan selamanya
Islam menganjurkan umatnya untuk memiliki keturunan sebagai bagian dari sunnah Rasul dan kelangsungan umat.

2.      Dilakukan atas dasar musyawarah suami istri
Keputusan merencanakan keluarga harus berdasarkan persetujuan bersama, bukan paksaan sepihak.

3.      Menggunakan metode yang halal dan tidak membahayakan
Alat kontrasepsi yang digunakan tidak boleh membahayakan tubuh dan tidak mengandung unsur najis yang diharamkan.

4.      Tidak dengan niat menolak rezeki
Menunda kehamilan karena takut miskin atau khawatir tidak mampu membiayai hidup adalah bentuk su'uzhan kepada Allah, yang dikecam dalam Islam. Allah berfirman:

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا

“Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu.”
(QS. Al-Isrā’: 31)

Jadi, perencanaan keluarga dalam Islam diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip dasar syariat. Islam menghargai upaya manusia untuk menjaga kesehatan, merawat keluarga dengan baik, dan membentuk keturunan yang berkualitas. Dengan niat yang benar, metode yang halal, dan persetujuan pasangan, perencanaan keluarga justru dapat menjadi bagian dari tanggung jawab syar’i dan moral umat Islam dalam membentuk keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah.

Wallāhu A‘lam biṣ-Ṣawāb.

 

0 komentar:

Posting Komentar